HAMPA
Chairil Anwar
Kepada Sri
Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memangut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung pundak
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.
Tema puisi ini yaitu penggambaran rasa kesepian dan penantian Chairil Anwar terhadap wanita yang ia cintai. Puisi ini terdiri dari 12 larik.
Kepada Sri
Chairil Anwar mengawali puisinya dengan larik Kepada Sri, yang artinya puisi tersebut ia tunjukkan (ia berbicara) kepada Sri, wanita yang ia cintai.
Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Larik tersebut menunjukkan ungkapan rasa sepi Chairil Anwar atas penantiaannya terhadap wanita yang ia cintai , hingga rasa sepi itu sangat menyiksa batinnya.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Rasa kesepian itu membuat Chairil Anwar bagaikan pohon yang tak bergerak. Hampa, kosong, dan ia tidak bisa berbuat apa-apa.
Sampai ke puncak. Sepi memangut,
Larik tersebut menggambarkan kesepian yang dirasakan Chairil Anwar sampai pada puncaknya, tak terbendung, ia tak kuasa menahannya.
Tak satu kuasa melepas-renggut
Namun kesepian itu tak membuat Chairil Anwar melepaskan cintanya kepada Sri, tak ada satu pun yang mampu merenggut cintanya.
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Pada larik ini, terjadi pengulangan kata menanti. Menanti. Menanti, yang berarti, Chairil Anwar akan terus menanti/menunggu pujaan hatinya itu.
Sepi.
Chairil Anwar merasa sendiri, sepi tak ada yang menemani.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Penantian cintanya itu justru membuat Chairil Anwar makin merasa tersiksa, batinnya tertekan, dan hatinya begitu sakit.
Memberat-mencekung pundak
Beban yang Chairil Anwar rasakan akibat penantian itu, sangat berat dirasakannya.
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Chairil Anwar merasakan hatinya sampai pada rasa sakit dan hancur teramat sangat, namun ia belum juga mendapat jawaban dari penantiannya tersebut.
Udara bertuba. Setan bertempik
Suasana sekitar yang dirasakan Chairil Anwar begitu penat, ia merasakan hatinya menjerit-jerit, sehingga membuat ia semakin tak kuasa menahan penantiannya itu.
Ini sepi terus ada. Dan menanti.
Kesepian yang Chairil Anwar rasakan memang terus ada, namun meski begitu, ia akan selalu tetap menanti Sri, pujaan hatinya.
Diksi atau pemilihan kata yang digunakan Chairil Anwar dalam mengungkapkan perasaannya pada puisi di atas, menggunakan kata-kata yang bersifat konotatif, seperti pada larik: Lurus kaku pohonan. Tak bergerak, Memberat-mencekung pundak, dan Udara bertuba. Setan bertempik. Sehingga pembaca harus memaknai lebih lanjut apa maksud dari puisi tersebut.
Keseluruhan puisi, didominasi oleh kata sepi, terbukti pada larik: Sepi di luar. Sepi menekan mendesak, yang berarti Chairil Anwar tertekan karena kesepian yang dirasakannya.
Imaji dalam puisi ini, Chairil Anwar menggambarkan atau melukiskan perasaan kesepiannya yang ditimbulkan dalam bentuk imaji perasaan, terbukti pada larik: Ini sepi terus ada. Dan menanti, yang berarti meski merasa sepi, namun ia akan terus menanti.
Nada dalam puisi ini menunjukkan kesedihan disertai rasa kesal karena kesepian Chairil Anwar terhadap penantiannya, terbukti pada larik-larik:
Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memangut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Majas atau gaya bahasa yang digunakan yaitu:
Paralelisme: Segala menanti. Menanti. Menanti, Sepi di luar. Sepi menekan mendesak, Ini sepi terus ada. Dan menanti. Pengulangan kata sepi dan menanti, memberi penegasan bahwa Chairil Anwar sangat kesepian, namun meski sepi, ia akan terus menanti pujaan hatinya.
Personifikasi: Lurus kaku pohonan. Tak bergerak. Kata pohonan disini seakan-akan makhluk hidup yang memiliki rasa kaku.
Hiperbola: Udara bertuba. Setan bertempik. Menggunakan kata setan, yang terkesan berlebihan.
Rima atau persamaan bunyi pada konsonan “K” dan “T”:
Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memangut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
..........
Tambah ini menanti jadi mencekik
..........
Udara bertuba. Setan bertempik
Amanat yang terkandung dalam puisi ini yaitu, jangan membuat orang lain menanti sesuatu yang tidak pasti, karena hal itu dapat memberikan rasa tidak nyaman.
Chairil Anwar
Kepada Sri
Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memangut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung pundak
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.
Tema puisi ini yaitu penggambaran rasa kesepian dan penantian Chairil Anwar terhadap wanita yang ia cintai. Puisi ini terdiri dari 12 larik.
Kepada Sri
Chairil Anwar mengawali puisinya dengan larik Kepada Sri, yang artinya puisi tersebut ia tunjukkan (ia berbicara) kepada Sri, wanita yang ia cintai.
Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Larik tersebut menunjukkan ungkapan rasa sepi Chairil Anwar atas penantiaannya terhadap wanita yang ia cintai , hingga rasa sepi itu sangat menyiksa batinnya.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Rasa kesepian itu membuat Chairil Anwar bagaikan pohon yang tak bergerak. Hampa, kosong, dan ia tidak bisa berbuat apa-apa.
Sampai ke puncak. Sepi memangut,
Larik tersebut menggambarkan kesepian yang dirasakan Chairil Anwar sampai pada puncaknya, tak terbendung, ia tak kuasa menahannya.
Tak satu kuasa melepas-renggut
Namun kesepian itu tak membuat Chairil Anwar melepaskan cintanya kepada Sri, tak ada satu pun yang mampu merenggut cintanya.
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Pada larik ini, terjadi pengulangan kata menanti. Menanti. Menanti, yang berarti, Chairil Anwar akan terus menanti/menunggu pujaan hatinya itu.
Sepi.
Chairil Anwar merasa sendiri, sepi tak ada yang menemani.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Penantian cintanya itu justru membuat Chairil Anwar makin merasa tersiksa, batinnya tertekan, dan hatinya begitu sakit.
Memberat-mencekung pundak
Beban yang Chairil Anwar rasakan akibat penantian itu, sangat berat dirasakannya.
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Chairil Anwar merasakan hatinya sampai pada rasa sakit dan hancur teramat sangat, namun ia belum juga mendapat jawaban dari penantiannya tersebut.
Udara bertuba. Setan bertempik
Suasana sekitar yang dirasakan Chairil Anwar begitu penat, ia merasakan hatinya menjerit-jerit, sehingga membuat ia semakin tak kuasa menahan penantiannya itu.
Ini sepi terus ada. Dan menanti.
Kesepian yang Chairil Anwar rasakan memang terus ada, namun meski begitu, ia akan selalu tetap menanti Sri, pujaan hatinya.
Diksi atau pemilihan kata yang digunakan Chairil Anwar dalam mengungkapkan perasaannya pada puisi di atas, menggunakan kata-kata yang bersifat konotatif, seperti pada larik: Lurus kaku pohonan. Tak bergerak, Memberat-mencekung pundak, dan Udara bertuba. Setan bertempik. Sehingga pembaca harus memaknai lebih lanjut apa maksud dari puisi tersebut.
Keseluruhan puisi, didominasi oleh kata sepi, terbukti pada larik: Sepi di luar. Sepi menekan mendesak, yang berarti Chairil Anwar tertekan karena kesepian yang dirasakannya.
Imaji dalam puisi ini, Chairil Anwar menggambarkan atau melukiskan perasaan kesepiannya yang ditimbulkan dalam bentuk imaji perasaan, terbukti pada larik: Ini sepi terus ada. Dan menanti, yang berarti meski merasa sepi, namun ia akan terus menanti.
Nada dalam puisi ini menunjukkan kesedihan disertai rasa kesal karena kesepian Chairil Anwar terhadap penantiannya, terbukti pada larik-larik:
Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memangut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Majas atau gaya bahasa yang digunakan yaitu:
Paralelisme: Segala menanti. Menanti. Menanti, Sepi di luar. Sepi menekan mendesak, Ini sepi terus ada. Dan menanti. Pengulangan kata sepi dan menanti, memberi penegasan bahwa Chairil Anwar sangat kesepian, namun meski sepi, ia akan terus menanti pujaan hatinya.
Personifikasi: Lurus kaku pohonan. Tak bergerak. Kata pohonan disini seakan-akan makhluk hidup yang memiliki rasa kaku.
Hiperbola: Udara bertuba. Setan bertempik. Menggunakan kata setan, yang terkesan berlebihan.
Rima atau persamaan bunyi pada konsonan “K” dan “T”:
Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memangut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
..........
Tambah ini menanti jadi mencekik
..........
Udara bertuba. Setan bertempik
Amanat yang terkandung dalam puisi ini yaitu, jangan membuat orang lain menanti sesuatu yang tidak pasti, karena hal itu dapat memberikan rasa tidak nyaman.
Mksih atas blognya, ini sangat membantu saya dalam menyelesaikan skripsi saya, smoga Tuhan membalas semua k'baikannya.
BalasHapusMakna konotatifnya apa ya?
BalasHapus